III.
BENTUK DAN SISTEM PARA MUHADDITSIN DALAM MENYUSUN KITAB HADITS
Para Muhadditsin dalam usahanya
menghimpun dan menyusun kitab-kitab Hadits menggunakan bentuk-bentuk seperti: Takhrij, Tashnif dan Ikhtishar.
1. TAKHRIJ
Istilah takhrij yang menurut
lazimnya dalam penggunaan fi’il madlinya memakai kata akhraja, mempunyai tiga
pengertian yakni:
1. Suatu usaha mencari sanad
Hadits yang terdapat dalam sebuah Kitab Hadits karya orang lain menyimpang
daripada sanad Hadits yang terdapat dalam Kitab Hadits karya orang lain
tersebut.
Umpamanya seseorang mengambil
sebuah Hadits dari Kitab Shahih Bukhari, kemudian ia berusaha mencari sanad
Hadits tersebut yang tidak sama dengan sanad yang telah ditetapkan oleh Bukhari
dalam Shahihnya. Namun sanad yang berbeda itu akhirnya dapat bertemu dengan
sanad Bukhari yang akhir. Usaha Mukharrij (orang yang mentakhrijkan) tersebut
akhirnya dihimpun dalam sebuah kitab, dan kitab yang demikian inilah yang
disebut kitab mustakhraf. Misalnya:
A. MustakhrajAbu Nu’aim, karya
Abu Nu’aim, adalah salah sath kitab takhrij Hadits Shahih Bukhari.
B. Takhrij Ahmad bin Hamdan,
adalah salah satu dan kitab mustakhraj Shahih Muslim.
2. Suatu penjelasan dan
penyusun Hadits bahwa Hadits yang dinukilnya terdapat dalam kitab Hadits yang
telah disebut nama penyusunnya. Misalnya kalau penyusun Hadits mengakhiri pada
nukilan Haditsnya dengan istilah akhrajahul Bukharv, artinya ialah bahwa Hadits
yang dinukil oleh penyusun terdapat di dalam kitab Shahih Bukhari.
3. Suatu usaha penyusun Hadits
untuk mencari derajat, sanad dan rawi Hadits yang diterangkan oleh pengarang
suatu kitab. Misalnya:
A. Takhrij Ahadisil Kasyaf,
karya Jamaluddin Al-Hanafi, adalah suatu kitab yang mengusahakan dan
menerangkan derajat Hadits yang terdapat dalam kitab tafsir Al-Kasysyaf, yang
oleh pengarang tafsir tersebut tidak dijelaskan tentang shahih, hasan atau lain
sebagainya.
B. Al-Mughni‘anHamlil Asfar, Karya Abdur Rahim Al-Iraqy, adalah kitab
yang menjelaskan derajat-derajat Hadits yang terdapat dalam kitab Ihya’ ‘Ulumuddin.
karya Imam Ghazaly.
2. TASHNIF
Tashnif, ialah usaha menghimpun
atau menyusun beberapa Hadits (kitab Hadits) dengan membubuhi keterangan
mengenai arti kalimat yang sulit-sulit dan memberikan interpretasi sekadarnya.
Kalau dalam memberikan interpretasi itu dengan jalan mempertalikan dan
menjelaskan dengan Hadits lain, dengan ayat-ayat Al-Qur’an atau dengan
ilmu-ilmu yang lain, maka usaha semacam ini disebut men-syarah-kan misalnya
a. Shahihul Bukhari bi SyarhilKirmany, oleh Muhammad Ibn Yusuf
Al-Kirmany, merupakan salah satu syarah kitab Shahih Bukhari.
b. Al-Ikmal, oleh Al-Qadli Iyadi,
adalah salah satu di antara sekian banyak kitab syarah Shahih Muslim.
3. IKHTISHAR
Ikhtishar, ialah suatu usaha
untuk meringkaskan kitab-kitab Hadits. Yang diperingkas, biasanya, ialah
sanadnya dan Hadits-hadits yang telah berulang-ulang disebutkan oleh pengarangnya
semula, tidak perlu ditulis kembali. Di antara mukhtashar mukhtashan Shahih Bukhari
ialah kitab:
a. Mukhtasharul Bukhari, karya Abul ’Abbas Al-Qurthuby dan,
b. Mukhtashar Abu Jamrah, karya Ibnu Abi Jamrah
Dan di antara mukhtashar kitab
Shahih Muslim ialah
a. Mukhtosharul-Balisy, karya Najmu’ddin Al-Balisy dan
b. Mukhtasharut-Thaukhy, karya Najmuddin At-Taukhy.
Perbadaan antara kitab
mustakhraj dengan kitab mukhtasar ialah, bahwa kitab mustakhraj itu tidak perlu
adanya persesuaian lafadh dengan kitab yang ditakhrijkan, bahkan kadang-kadang
ditemui adanya perbedaan lafadh dan kadang-kadang juga terdapat perubahan yang
sangat menonjol sehingga mengakibatkan perbedaan arti. Sedang di dalam kitab
mukhtashar tidak boleh ada tambahan (lafadh dan penyusun sendiri) yang
sebenarnya tidak ada dalam kitab yang diikhtisharkan.
Kebanyakan para Muhadditsin dalam
menyusun kitab Haditsnya memakai dua sistem:
Pertama: Sistem bab demi bab.
Di dalam sistem ini penyusun
berusaha menghimpun Hadits-hadits yang sejenis isinya dalam satu bab, kemudian
Hadits yang berisikan masalah-masalah sejenis yang lain, dikumpulkan dalam bab
yang lain pula.
Adalah lebih praktis lagi kalau
penyusun memberikan ciri-ciri pada susunanya tersebut dalam satu lapangan
tertentu dari Cabang ilmu agama, seperti kitab:
a. Bulughul Maram, karya Ibnu Hajar Al-Asqalany.
b. Umdatul Ahkam karya Abdul Ghany Al-Maqdisy, adalah dua buah kitab
yang mengandung hukum-hukum.
c. Riyadus Shalihin, karya Imam An-Nawawy adalah kumpulan kitab Hadits
targhib dan tarhib (anjuran berbuat baik dan pencelaan berbuat noda).
Kendatipun dalam kitab ini juga dicantumkan Hadits-hadits mengenai hukum, namun
ciri dalam pembahasannya bertendensi targhib dan tarhib.
d. Tuhfatudz Dzakirin, karya Asy-Syaukany adalah merupakan kitab
Hadits doa yang cukup luas isinya.
Kedua: Sistem Musnad
Di dalam sistem ini penyusun
mengatur secara sistematis (tertib) mulai nama-nama dan sahabat yang lebih
utama beserta seluruh Haditsnya, kemudian disusul dengan deretan nama-nama
sahabat yang utama beserta Haditsnya, dan akhirnya deretan nama-nama sahabat
yang lebih rendah derajatnya beserta Hadits-haditsnya. Misalnya dalam kitab
tersebut dikemukakan oleh penyusun pada bab pertama, nama sahabat Abu Bakar ra,
dengan menyebutkan seluruh Haditsnya, kemudian disusul dengan nama Umar ra,
dengan mencantumkan seluruh Hadits yang beliau riwayatkan, dan seterusnya
berturut-turut nama-nama sahabat yang Iebih rendah daripada Abu Bakar dan Umar ra,
dengan seluruh Haditsnya.
Dapat juga dimasukkan dalam
sistem ini ialah jika penyusun mendahulukan Hadits-hadits dan qabilah yang
lebih tinggi martabatnya kemudian Hadits-hadits dan qabilah-qabilah yang lebih
rendah derajatnya daripada yang pertama. Umpamanya Hadits-hadits dari qabilah
bani Hasyim dicantumkan lebih dahulu, kemudian disusul dengan Hadits-hadits dan
qabilah yang bernasab dekat kepada Nabi Muhammad dan akhirnya Hadits-hadits dan
qabilah yang bernasab jauh kepada beliau.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar