Jumat, 17 Juli 2015

SISTEM PENYUSUSNAN KITAB HADITS

Tidak ada komentar:

III. BENTUK DAN SISTEM PARA MUHADDITSIN DALAM MENYUSUN KITAB HADITS 

Para Muhadditsin dalam usahanya menghimpun dan menyusun kitab-kitab Hadits menggunakan bentuk-bentuk seperti: Takhrij, Tashnif dan Ikhtishar.

1. TAKHRIJ 

Istilah takhrij yang menurut lazimnya dalam penggunaan fi’il madlinya memakai kata akhraja, mempunyai tiga pengertian yakni: 

1. Suatu usaha mencari sanad Hadits yang terdapat dalam sebuah Kitab Hadits karya orang lain menyimpang daripada sanad Hadits yang terdapat dalam Kitab Hadits karya orang lain tersebut. 

Umpamanya seseorang mengambil sebuah Hadits dari Kitab Shahih Bukhari, kemudian ia berusaha mencari sanad Hadits tersebut yang tidak sama dengan sanad yang telah ditetapkan oleh Bukhari dalam Shahihnya. Namun sanad yang berbeda itu akhirnya dapat bertemu dengan sanad Bukhari yang akhir. Usaha Mukharrij (orang yang mentakhrijkan) tersebut akhirnya dihimpun dalam sebuah kitab, dan kitab yang demikian inilah yang disebut kitab mustakhraf. Misalnya: 

A. MustakhrajAbu Nu’aim, karya Abu Nu’aim, adalah salah sath kitab takhrij Hadits Shahih Bukhari. 

B. Takhrij Ahmad bin Hamdan, adalah salah satu dan kitab mustakhraj Shahih Muslim. 

2. Suatu penjelasan dan penyusun Hadits bahwa Hadits yang dinukilnya terdapat dalam kitab Hadits yang telah disebut nama penyusunnya. Misalnya kalau penyusun Hadits mengakhiri pada nukilan Haditsnya dengan istilah akhrajahul Bukharv, artinya ialah bahwa Hadits yang dinukil oleh penyusun terdapat di dalam kitab Shahih Bukhari. 

3. Suatu usaha penyusun Hadits untuk mencari derajat, sanad dan rawi Hadits yang diterangkan oleh pengarang suatu kitab. Misalnya: 

A. Takhrij Ahadisil Kasyaf, karya Jamaluddin Al-Hanafi, adalah suatu kitab yang mengusahakan dan menerangkan derajat Hadits yang terdapat dalam kitab tafsir Al-Kasysyaf, yang oleh pengarang tafsir tersebut tidak dijelaskan tentang shahih, hasan atau lain sebagainya. 

B. Al-Mughni‘anHamlil Asfar, Karya Abdur Rahim Al-Iraqy, adalah kitab yang menjelaskan derajat-derajat Hadits yang terdapat dalam kitab Ihya’ ‘Ulumuddin. karya Imam Ghazaly. 

2. TASHNIF 

Tashnif, ialah usaha menghimpun atau menyusun beberapa Hadits (kitab Hadits) dengan membubuhi keterangan mengenai arti kalimat yang sulit-sulit dan memberikan interpretasi sekadarnya. Kalau dalam memberikan interpretasi itu dengan jalan mempertalikan dan menjelaskan dengan Hadits lain, dengan ayat-ayat Al-Qur’an atau dengan ilmu-ilmu yang lain, maka usaha semacam ini disebut men-syarah-kan misalnya 

a. Shahihul Bukhari bi SyarhilKirmany, oleh Muhammad Ibn Yusuf Al-Kirmany, merupakan salah satu syarah kitab Shahih Bukhari. 

b. Al-Ikmal, oleh Al-Qadli Iyadi, adalah salah satu di antara sekian banyak kitab syarah Shahih Muslim. 

3. IKHTISHAR 

Ikhtishar, ialah suatu usaha untuk meringkaskan kitab-kitab Hadits. Yang diperingkas, biasanya, ialah sanadnya dan Hadits-hadits yang telah berulang-ulang disebutkan oleh pengarangnya semula, tidak perlu ditulis kembali. Di antara mukhtashar mukhtashan Shahih Bukhari ialah kitab: 

a. Mukhtasharul Bukhari, karya Abul ’Abbas Al-Qurthuby dan, 

b. Mukhtashar Abu Jamrah, karya Ibnu Abi Jamrah

Dan di antara mukhtashar kitab Shahih Muslim ialah

a. Mukhtosharul-Balisy, karya Najmu’ddin Al-Balisy dan 

b. Mukhtasharut-Thaukhy, karya Najmuddin At-Taukhy. 

Perbadaan antara kitab mustakhraj dengan kitab mukhtasar ialah, bahwa kitab mustakhraj itu tidak perlu adanya persesuaian lafadh dengan kitab yang ditakhrijkan, bahkan kadang-kadang ditemui adanya perbedaan lafadh dan kadang-kadang juga terdapat perubahan yang sangat menonjol sehingga mengakibatkan perbedaan arti. Sedang di dalam kitab mukhtashar tidak boleh ada tambahan (lafadh dan penyusun sendiri) yang sebenarnya tidak ada dalam kitab yang diikhtisharkan. 

Kebanyakan para Muhadditsin dalam menyusun kitab Haditsnya memakai dua sistem: 

Pertama: Sistem bab demi bab. 

Di dalam sistem ini penyusun berusaha menghimpun Hadits-hadits yang sejenis isinya dalam satu bab, kemudian Hadits yang berisikan masalah-masalah sejenis yang lain, dikumpulkan dalam bab yang lain pula. 

Adalah lebih praktis lagi kalau penyusun memberikan ciri-ciri pada susunanya tersebut dalam satu lapangan tertentu dari Cabang ilmu agama, seperti kitab: 

a. Bulughul Maram, karya Ibnu Hajar Al-Asqalany. 

b. Umdatul Ahkam karya Abdul Ghany Al-Maqdisy, adalah dua buah kitab yang mengandung hukum-hukum. 

c. Riyadus Shalihin, karya Imam An-Nawawy adalah kumpulan kitab Hadits targhib dan tarhib (anjuran berbuat baik dan pencelaan berbuat noda). Kendatipun dalam kitab ini juga dicantumkan Hadits-hadits mengenai hukum, namun ciri dalam pembahasannya bertendensi targhib dan tarhib. 

d. Tuhfatudz Dzakirin, karya Asy-Syaukany adalah merupakan kitab Hadits doa yang cukup luas isinya. 

Kedua: Sistem Musnad 

Di dalam sistem ini penyusun mengatur secara sistematis (tertib) mulai nama-nama dan sahabat yang lebih utama beserta seluruh Haditsnya, kemudian disusul dengan deretan nama-nama sahabat yang utama beserta Haditsnya, dan akhirnya deretan nama-nama sahabat yang lebih rendah derajatnya beserta Hadits-haditsnya. Misalnya dalam kitab tersebut dikemukakan oleh penyusun pada bab pertama, nama sahabat Abu Bakar ra, dengan menyebutkan seluruh Haditsnya, kemudian disusul dengan nama Umar ra, dengan mencantumkan seluruh Hadits yang beliau riwayatkan, dan seterusnya berturut-turut nama-nama sahabat yang Iebih rendah daripada Abu Bakar dan Umar ra, dengan seluruh Haditsnya. 

Dapat juga dimasukkan dalam sistem ini ialah jika penyusun mendahulukan Hadits-hadits dan qabilah yang lebih tinggi martabatnya kemudian Hadits-hadits dan qabilah-qabilah yang lebih rendah derajatnya daripada yang pertama. Umpamanya Hadits-hadits dari qabilah bani Hasyim dicantumkan lebih dahulu, kemudian disusul dengan Hadits-hadits dan qabilah yang bernasab dekat kepada Nabi Muhammad dan akhirnya Hadits-hadits dan qabilah yang bernasab jauh kepada beliau.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
back to top