Pada bahasan
terdahulu kita telah bahas ucapan Umar ibn Khattab menurut pandangan para
ulama, dan membahas bahwa kisah Umar tersebut adalah shahih baik dari segi
matan maupun sanad.
Pada kesempatan kali
ini, saya akan bahas secara logika, meski oleh sebagian orang mengatakan bahwa
logika itu tidak penting untuk membahas sebuah teori agama, namun pada
kenyataannya Allah menyuruh kita berolah pikir dan ulama pun menentukan shahih
tidaknya sebuah hadits dengan logika mereka. Contoh, Jika seorang perawi tertuduh
dusta, maka mustahil hadits periwayatannya shahih. Itu logikanya.
Dan dari Ibnu Syihab dari 'Urwah
bin Az Zubair dari 'Abdurrahman bin 'Abdul
Qariy bahwa dia berkata; "Aku keluar bersama 'Umar bin Al Khaththob
radliallahu 'anhu pada malam Ramadhan menuju masjid, ternyata orang-orang shalat
berkelompok-kelompok secara terpisah-pisah, ada yang shalat sendiri
dan ada seorang yang shalat diikuti oleh ma'mum yang jumlahnya kurang dari
sepuluh orang. Maka 'Umar berkata: "Aku pikir seandainya mereka semuanya shalat
berjama'ah dengan dipimpin satu orang imam, itu lebih baik".
Kemudian Umar memantapkan keinginannya itu lalu mengumpulkan mereka dalam satu
jama'ah yang dipimpin oleh Ubbay bin Ka'ab. Kemudian aku keluar lagi bersamanya pada malam yang lain
dan ternyata orang-orang shalat dalam satu jama'ah dengan dipimpin seorang imam,
lalu 'Umar berkata: "Sebaik-baiknya bid'ah adalah ini. Dan mereka yang
tidur terlebih dahulu adalah lebih baik daripada yang shalat awal malam, yang
ia maksudkan untuk mendirikan shalat di akhir malam, sedangkan orang-orang
secara umum melakukan shalat pada awal malam. [HR. Bukhari, No. 1871]
Apakah benar Umar
membuat suatu Bid’ah (ritual agama yang baru)?
Tentu saja jawaban
saya sama dengan penjelasan sebelumnya bahwa Umar TIDAKLAH sedang membuat-buat
Bid’ah. Alasannya?
Seperti kita ketahui
bersama, dahulu Rasulullah pernah melakukan Qiyamulail pada saat Ramadhan, lalu
datang orang-orang yang menjadi makmum di belakang beliau. Setiap malam jumlah
makmum-nya semakin banyak sehingga Rasulullah pun tidak keluar lagi pada
Qiyamulail berikutnya sebab saat itu wahyu masih turun dan Rasulullah takut hal
ini diwajibkan bagi umatnya.
Perhatikan dengan
seksama, bukankah Rasulullah shalat Qiyamulail (tarawih) dan seluruh sahabatnya
shalat di belakang beliau pada waktu itu? Lalu Umar pun melakukan hal yang sama
sebab ada contoh dari Rasulullah. Pertanyaannya, Bid’ahnya dimana? Kan sudah
ada contohnya.
Lalu ucapan “inilah
sebaik-baiknya bid’ah”, jelas ucapan Umar ini hanya ucapan manusia biasa yang
berbicara tanpa bimbingan wahyu sehingga ucapannya tidak bisa disejajarkan
dengan hadits nabi.
Contoh lain, Umar
pernah (bahkan sering) mengatakan : “Ya Rasulallah, izinkan aku memenggal leher
orang itu” tapi Nabi mencegahnya. Dan hal ini tidak bisa menjadi patokan agar
kita menjadi manusia yang gampang marah, gampang mencabut senjata dan emosian.
Perkataan ini harus di cermati sebagai ucapan manusia biasa.
Begitu juga ketika
Umar mengatakan “ini sebaik-baiknya bid’ah” menurut saya, itu ucapan yang salah
dan tidak tepat sebab hal yang dilakukannya bukanlah perkara baru sebab sangat
jelas Rasulullah pernah melakukannya meski hanya tiga atau empat malam saja.
Sementara pengertian dari bid’ah adalah hal baru yang tidak ada contoh
sebelumnya.
Dan telah menceritakan
kepadaku Harmalah bin Yahya telah
mengabarkan kepada kami Abdullah bin Wahb
telah mengabarkan kepadaku Yunus bin Yazid
dari Ibnu Syihab ia berkata, telah
mengabarkan kepadaku Urwah bin Zubair bahwa Aisyah telah mengabarkan kepadanya bahwa
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah keluar
di tengah malam lalu beliau shalat di Masjid dan diikuti oleh beberapa
orang, akhirnya mereka saling menceritakan tentang hal tersebut sehingga orang yang shalat bersama beliau semakin banyak.
Pada malam ke dua, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam keluar menunaikan
shalat dan orang-orang pun shalat bersama beliau, kemudian mereka pun
menyebut-nyebut kejadian itu sehingga pada malam
ketiga jama'ah masjid semakin banyak dan
mereka pun shalat bersama beliau. Pada malam
ke empat masjid penuh sesak dan tidak dapat menampung jama'ahnya, tetapi
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak keluar hingga beliau menunaikan
shalat Fajar. Usai menunaikan shalat Fajar, beliau menghadap jama'ah, membaca
syahadat kemudian bersabda: "Amma ba'd,
sesungguhnya tidak ada kekhawatiran yang menimpaku terkait dengan keadaan
kalian semalam, akan tetapi saya hanya khawatir (shalat malam itu) akan
diwajibkan atas kalian, sehingga kalian tidak sanggup
melaksanakannya." [HR. Muslim, No.
1271]
Allahu ‘alam...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar