Selasa, 14 Juli 2015

UMAR DAN BID'AH (3)

Tidak ada komentar:
Pada bahasan terdahulu kita telah bahas ucapan Umar ibn Khattab menurut pandangan para ulama, dan membahas bahwa kisah Umar tersebut adalah shahih baik dari segi matan maupun sanad.

Pada kesempatan kali ini, saya akan bahas secara logika, meski oleh sebagian orang mengatakan bahwa logika itu tidak penting untuk membahas sebuah teori agama, namun pada kenyataannya Allah menyuruh kita berolah pikir dan ulama pun menentukan shahih tidaknya sebuah hadits dengan logika mereka. Contoh, Jika seorang perawi tertuduh dusta, maka mustahil hadits periwayatannya shahih. Itu logikanya.

Dan dari Ibnu Syihab dari 'Urwah bin Az Zubair dari 'Abdurrahman bin 'Abdul Qariy bahwa dia berkata; "Aku keluar bersama 'Umar bin Al Khaththob radliallahu 'anhu pada malam Ramadhan menuju masjid, ternyata orang-orang shalat berkelompok-kelompok secara terpisah-pisah, ada yang shalat sendiri dan ada seorang yang shalat diikuti oleh ma'mum yang jumlahnya kurang dari sepuluh orang. Maka 'Umar berkata: "Aku pikir seandainya mereka semuanya shalat berjama'ah dengan dipimpin satu orang imam, itu lebih baik". Kemudian Umar memantapkan keinginannya itu lalu mengumpulkan mereka dalam satu jama'ah yang dipimpin oleh Ubbay bin Ka'ab. Kemudian aku keluar lagi bersamanya pada malam yang lain dan ternyata orang-orang shalat dalam satu jama'ah dengan dipimpin seorang imam, lalu 'Umar berkata: "Sebaik-baiknya bid'ah adalah ini. Dan mereka yang tidur terlebih dahulu adalah lebih baik daripada yang shalat awal malam, yang ia maksudkan untuk mendirikan shalat di akhir malam, sedangkan orang-orang secara umum melakukan shalat pada awal malam. [HR. Bukhari, No. 1871]

Apakah benar Umar membuat suatu Bid’ah (ritual agama yang baru)?

Tentu saja jawaban saya sama dengan penjelasan sebelumnya bahwa Umar TIDAKLAH sedang membuat-buat Bid’ah. Alasannya?

Seperti kita ketahui bersama, dahulu Rasulullah pernah melakukan Qiyamulail pada saat Ramadhan, lalu datang orang-orang yang menjadi makmum di belakang beliau. Setiap malam jumlah makmum-nya semakin banyak sehingga Rasulullah pun tidak keluar lagi pada Qiyamulail berikutnya sebab saat itu wahyu masih turun dan Rasulullah takut hal ini diwajibkan bagi umatnya.

Perhatikan dengan seksama, bukankah Rasulullah shalat Qiyamulail (tarawih) dan seluruh sahabatnya shalat di belakang beliau pada waktu itu? Lalu Umar pun melakukan hal yang sama sebab ada contoh dari Rasulullah. Pertanyaannya, Bid’ahnya dimana? Kan sudah ada contohnya.

Lalu ucapan “inilah sebaik-baiknya bid’ah”, jelas ucapan Umar ini hanya ucapan manusia biasa yang berbicara tanpa bimbingan wahyu sehingga ucapannya tidak bisa disejajarkan dengan hadits nabi.

Contoh lain, Umar pernah (bahkan sering) mengatakan : “Ya Rasulallah, izinkan aku memenggal leher orang itu” tapi Nabi mencegahnya. Dan hal ini tidak bisa menjadi patokan agar kita menjadi manusia yang gampang marah, gampang mencabut senjata dan emosian. Perkataan ini harus di cermati sebagai ucapan manusia biasa.

Begitu juga ketika Umar mengatakan “ini sebaik-baiknya bid’ah” menurut saya, itu ucapan yang salah dan tidak tepat sebab hal yang dilakukannya bukanlah perkara baru sebab sangat jelas Rasulullah pernah melakukannya meski hanya tiga atau empat malam saja. Sementara pengertian dari bid’ah adalah hal baru yang tidak ada contoh sebelumnya.

Dan telah menceritakan kepadaku Harmalah bin Yahya telah mengabarkan kepada kami Abdullah bin Wahb telah mengabarkan kepadaku Yunus bin Yazid dari Ibnu Syihab ia berkata, telah mengabarkan kepadaku Urwah bin Zubair bahwa Aisyah telah mengabarkan kepadanya bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah keluar di tengah malam lalu beliau shalat di Masjid dan diikuti oleh beberapa orang, akhirnya mereka saling menceritakan tentang hal tersebut sehingga orang yang shalat bersama beliau semakin banyak. Pada malam ke dua, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam keluar menunaikan shalat dan orang-orang pun shalat bersama beliau, kemudian mereka pun menyebut-nyebut kejadian itu sehingga pada malam ketiga jama'ah masjid semakin banyak dan mereka pun shalat bersama beliau. Pada malam ke empat masjid penuh sesak dan tidak dapat menampung jama'ahnya, tetapi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak keluar hingga beliau menunaikan shalat Fajar. Usai menunaikan shalat Fajar, beliau menghadap jama'ah, membaca syahadat kemudian bersabda: "Amma ba'd, sesungguhnya tidak ada kekhawatiran yang menimpaku terkait dengan keadaan kalian semalam, akan tetapi saya hanya khawatir (shalat malam itu) akan diwajibkan atas kalian, sehingga kalian tidak sanggup melaksanakannya." [HR. Muslim, No. 1271]

Allahu ‘alam...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
back to top