Dan Dialah yang membiarkan dua laut
mengalir (berdampingan); yang ini tawar lagi segar dan yang lain masin lagi
pahit; dan Dia jadikan antara keduanya dinding
dan batas yang menghalangi.” (Q.S Al
Furqan:53)
Jika Anda termasuk orang yang gemar menonton acara TV “Discovery
Chanel” pasti kenal Mr. Jacques Yves Costeau, ia seorang ahli Oceanografer dan
ahli selam terkemuka dari Perancis. Orang tua yang berambut putih ini sepanjang
hidupnya menyelam ke berbagai dasar samudera di seantero dunia dan membuat film
dokumenter tentang keindahan alam dasar laut untuk ditonton oleh seluruh dunia.
Pada suatu hari ketika sedang melakukan eksplorasi di
bawah laut, tiba-tiba ia menemui beberapa kumpulan mata air tawar-segar yang
sangat sedap rasanya karena tidak bercampur/tidak melebur dengan air laut yang
asin di sekelilingnya, seolah-olah ada dinding atau membran yang membatasi
keduanya.
Fenomena ganjil itu membuat pusing Mr. Costeau dan
mendorongnya untuk mencari tahu penyebab terpisahnya air tawar dari air asin di
tengah-tengah lautan. Ia mulai berpikir, jangan-jangan itu hanya halusinansi
atau khalayan sewaktu menyelam.
Waktu pun terus berlalu setelah kejadian tersebut,
namun ia tak kunjung mendapatkan jawaban yang memuaskan tentang fenomena ganjil
tersebut.
Sampai pada suatu hari ia bertemu dengan seorang
profesor muslim, kemudian ia pun menceritakan fenomena ganjil itu. Profesor itu
teringat pada ayat Al Quran tentang bertemunya dua lautan (surat Ar-Rahman ayat
19-20) yang sering diidentikkan dengan Terusan Suez.
Ayat itu berbunyi “Marajal
bahraini yaltaqiyaan, bainahumaa barzakhun laayabghiyaan…” Artinya: “Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya
kemudian bertemu, antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui
masing-masing.” Kemudian dibacakan surat Al Furqan ayat 53 di atas.
Selain itu, dalam beberapa kitab tafsir, ayat tentang
bertemunya dua lautan tapi tak bercampur airnya diartikan sebagai lokasi muara
sungai, di mana terjadi pertemuan antara air tawar dari sungai dan air asin
dari laut. Namun tafsir itu tidak menjelaskan ayat berikutnya dari surat
Ar-Rahman ayat 22 yang berbunyi “Yakhruju minhuma lu’lu`u wal marjaan” Artinya
“Dari keduanya keluar mutiara dan marjan.” Padahal di muara sungai tidak
ditemukan mutiara.
Terpesonalah Mr. Costeau mendengar ayat-ayat Al Qur’an
itu, melebihi kekagumannya melihat keajaiban pemandangan yang pernah dilihatnya
di lautan yang dalam. Al Qur’an ini mustahil disusun oleh Muhammad yang hidup
di abad ke tujuh, suatu zaman saat belum ada peralatan selam yang canggih untuk
mencapai lokasi yang jauh terpencil di kedalaman samudera.
Benar-benar suatu mukjizat, berita tentang fenomena
ganjil 14 abad yang silam akhirnya terbukti pada abad 20. Mr. Costeau pun
berkata bahwa Al Qur’an memang sesungguhnya kitab suci yang berisi firman
Allah, yang seluruh kandungannya mutlak benar. Dengan seketika dia pun memeluk
Islam.
Subhanallah… Mr. Costeau mendapat hidayah melalui
fenomena teknologi kelautan. Maha Benar Allah yang Maha Agung. Shadaqallahu
Al`Azhim.
Rasulullah s.a.w. bersabda: “Sesungguhnya
hati manusia akan berkarat sebagaimana besi yang dikaratkan oleh air.” Bila
seorang bertanya, “Apakah caranya untuk menjadikan hati-hati ini bersih
kembali?” Rasulullah s.a.w. bersabda, “Selalulah ingat mati dan membaca Al
Quran.”
Berikut ini adalah saat Kapten Cousteau menceritakan
peristiwa yang telah menyebabkan dia menjadi seorang Muslim :
“In 1962 German scientists said that the waters of the
Red Sea and the Indian Ocean did not mix with each other in the Strait of
Bab-ul-Mandab where the Aden Bay and the Red Sea join. So we began to examine
whether the waters of the Atlantic Ocean and the Mediterranean mixed with each
other. First we analyzed the water in the Mediterranean to find out its natural
salinity and density, and the life it contained. We repeated the same procedure
in the Atlantic Ocean. The two masses of water had been meeting each other in
the Gibraltar for thousands of years. Accordingly, the two masses of water must
have been mixing with each other and they must have been sharing identical, or,
at least, similar properties in salinity and density. On the contrary, even at
places where the two seas were closest to each other, each mass of water
preserved its properties. In other words, at the point where the two seas met,
a curtain of water prevented the waters belonging to the two seas from mixing.
When I told Professor Maurice Bucaille about this phenomenon, he said that it
was no surprise and that it was written clearly in Islam’s Holy Book, the
Qur’an al-karim. Indeed, this fact was defined in a plain language in the
Qur’an al-karim. When I knew this, I believed in the fact that the Qur’an
al-karim was the ‘Word of Allah’. I choseIslam, the true religion. The
spiritual potency inherent in the Islamic religion gave me the strength to
endure the pain I had been suffering for the loss of my son.”
Dan terjemahannya sebagai berikut :
“Pada tahun 1962 ilmuwan Jerman mengatakan bahwa air
Laut Merah dan Samudera Hindia tidak menyatu satu dengan yang lain di Selat
dari Bab-ul-Mandab di tempat Teluk Aden dan Laut Merah bertemu. Jadi kami
memulai untuk memeriksa apakah air dari Samudra Atlantik dan Mediterania
bertemu satu sama lainnya.
Pertama kita menganalisis air di Mediterania untuk
mengetahui habitat, salinitas dan densitas, dan apa yang hidup di dalamnya.
Kami mengulangi prosedur yang sama pada Samudera Atlantik. Dua jenis air telah
bertemu masing-masing lain dalam Gibraltar selama ribuan tahun. Dengan demikian
dua jenis air pasti telah bercampur dengan satu sama lainnya dan mereka pasti
sudah berbagi identik, atau, paling tidak, sama salinitas dan densitasnya.
Sebaliknya, bahkan di tempat di mana ada dua laut yang
paling dekat dengan satu sama lain, setiap jenis air bahkan seperti dibiarkan
terpisah. Dengan kata lain, pada titik di mana dua lautan bertemu, ada sebuah
tirai air yang mencegah air masuk ke dalam dua laut dari pencampuran.
Ketika saya memberitahu Profesor Maurice Bucaille
tentang fenomena ini, ia mengatakan bahwa tidak terkejut dan bahwa itu ditulis
dengan jelas dalam Kitab Suci Islam, Al-Qur’an al-karim. Memang, fakta ini didefinisikan
jelas dalam bahasa dalam Al-Qur’an al-karim. Ketika aku mengetahuinya, saya
percaya fakta bahwa Al-Qur’an al-karim adalah ‘Firman Allah’.
Saya memilih Islam, agama yang benar. Potensi
spiritual yang melekat dalam Agama Islam memberi saya kekuatan untuk menahan
rasa sakit atas penderitaan karena kehilangan anakku.”
Perihal ke-Islaman beliau, kini diperdebatkan setelah
munculnya surat dari wakil Keuskupan Katolik Roma di Perancis yang menyatakan
beliau tidak jadi pindah agama menjadi Islam dan dimakamkan secara Katolik
Roma. Namun begitu, saya yakin setelah pengakuan beliau dengan saksi Professor
Maurice Bucaille, jati dirinya sebagai Muslim tak akan tergoyahkan setelah
beliau melihat sendiri bagaimana Allah membuat suatu keajaiban dari dua buah
laut yang bertemu. Yaitu dunia lautan yang sangat beliau cintai sejak kecil.
Wallahu’alam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar