Senin, 13 Juli 2015

BID'AH HASANAH

Tidak ada komentar:
Diantara dalil yang dipegang oleh pendukung bid'ah hasanah adalah sebuah hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Jarir bin Abdillah al-Bajali radhiallahu 'anhu, ia berkata: Rasulullah bersabda:

“Barang siapa merintis (memulai) dalam agama Islam sunnah (perbuatan) yang baik maka baginya pahala dari perbuatannya tersebut, dan pahala dari orang yang melakukannya (mengikutinya) setelahnya, tanpa berkurang sedikitpun dari pahala mereka. Dan barang siapa merintis dalam Islam sunnah yang buruk maka baginya dosa dari perbuatannya tersebut, dan dosa dari orang yang melakukannya (mengikutinya) setelahnya tanpa berkurang dari dosa-dosa mereka sedikitpun”. (HR. Muslim no 1016)

Sisi pendalilan mereka :

Dalam hadits ini dengan sangat jelas Rasulullah mengatakan: “Barangsiapa merintis (memulai) sunnah hasanah…”. Pernyataan Rasulullah ini harus dibedakan dengan pengertian anjuran beliau untuk berpegang teguh dengan sunnah (at-Tamassuk Bis-Sunnah) atau pengertian menghidupkan sunnah yang ditinggalkan orang (Ihya’ as-Sunnah). Karena tentang perintah untuk berpegang teguh dengan sunnah atau menghidupkan sunnah ada hadits-hadits tersendiri yang menjelaskan tentang itu. Sedangkan hadits riwayat Imam Muslim ini berbicara tentang merintis sesuatu yang baru yang baik yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Karena secara bahasa makna “sanna” tidak lain adalah merintis perkara baru, bukan menghidupkan perkara yang sudah ada atau berpegang teguh dengannya"

TANGGAPAN

Yang dimaksud Nabi shallalahu 'alaihi wa sallam dengan sabdanya "Barang siapa yang merintis sunnah hasanah/baik" adalah orang yang menjadi perintis atau pelopor dalam hal mengamalkan sunnah yang tentu saja sudah dicontohkan oleh Nabi. 

Contohnya : Jika disebuah kampung sudah tidak ada yang sedekah, maka kita jadi pelopornya dengan cara bersedekah. Atau ketika sibuk oranglain perg ke dukun dan ke kuburan untuk meminta rezeki, maka kita menjadi pelopor shalat Dhuha sebab itu yang diajarkan oleh Nabi.

Jadi sangat konyol sekali jika ada yang berpendapat bahwa yang dimaksud merintis sebuah sunnah hasanah (perbuatan baik) adalah dengan menciptakan sebuah ibadah baru, sebab hadits lain sudah melarangnya dengan tegas bahwa setiap yang di ada-ada dalam urusan (agama) ku, maka adalah sesat.

PERTAMA : Simak kronologis (asbab wurud)-nya hadits tersebut.

Jarir bin Abdillah radhiallahu 'anhu berkata, "Kami bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam di awal siang, lalu datanglah sekelompok orang yang setengah telanjang dalam kondisi pakaian dari bulu domba yang bergaris-garis dan robek, sambil membawa pedang. Mayoritas mereka dari suku Mudhor, bahkan seluruhnya dari Mudhor. 

Maka tatkala Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melihat kondisi mereka yang miskin, berubahlah raut wajah Nabi. Nabipun masuk dan keluar, lalu memerintahkan Bilal untuk adzan dan iqomat, lalu beliapun sholat, lalu berdiri berkhutbah. 

Beliau berkata, "Wahai manusia, bertakwalah kepada Rob kalian yang telah menciptakan kalian dari satu jiwa" hingga akhir ayat tersebut "Sesungguhnya Allah Maha Mengawasi kalian". Lalu membaca ayat yang lain di akhir surat al-Hasyr "Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah, dan hendaknya sebuah jiwa melihat apa yang telah ia kerjakan untuk esok hari".

Hendaknya seseorang mensedekahkan dari dinarnya, atau dari dirhamnya, dari bajunya, dari gandumnya, dari kormanya…-hingga Nabi berkata- meskipun bersedekah dengan sepenggal butir korma"

Lalu datanglah seorang lelaki dari kaum anshor dengan membawa sebuah kantong yang hampir-hampir tangannya tidak kuat untuk mengangkat kantong tersebut, bahkan memang tidak kuat. Lalu setelah itu orang-orangpun ikut bersedekah, hingga aku melihat dua kantong besar makanan dan pakaian, hingga aku melihat wajah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersinar berseri-seri. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata,

“Barang siapa merintis (memulai) dalam agama Islam sunnah (perbuatan) yang baik maka baginya pahala dari perbuatannya tersebut, dan pahala dari orang yang melakukannya (mengikutinya) setelahnya, tanpa berkurang sedikitpun dari pahala mereka. Dan barang siapa merintis dalam Islam sunnah yang buruk maka baginya dosa dari perbuatannya tersebut, dan dosa dari orang yang melakukannya (mengikutinya) setelahnya tanpa berkurang dari dosa-dosa mereka sedikitpun” (HR Muslim)

PENJELASAN

Perhatikan baik-baik huruf kuning? Apakah dia (sahabat) tidak mengerti ucapan Nabi sehingga tidak membuat ritual baru (bid’ah) untuk menggenapkan kalimat “sunnah hasanah”? 

Dan mari kita perhatikan, sesungguhnya dia telah menjadi pelopor (orang yang paling duluan) berbuat kebaikan dengan cara membawa sedekahnya kepada Bani Mudhor dibanding sahabat atau orang lain ketika itu.

Dari kronologi hadits diatas sangat jelas, bahwa merintis “sunnah yang baik” BUKANLAH dengan cara-cara membuat ritual baru dalam agama, tapi menjadi orang-orang yang paling pertama dalam berbuat kebaikan. 

Dalam artikel “pengertian bid’ah” saya sudah menjelaskan sebuah kisah Abu Bakar yang menolak usulan Umar untuk membukukan Alqur’an, hingga berkali-kali di rayu barulah Abu Bakar mau. Ini setingkat sahabat saja sangat berhati-hati dengan membuat hal baru. Lantas siapa kita hingga berani membuat ini itu dengan alasan bagus, baik dan semacamnya?

KEDUA : Secara bahasa bahwa makna dari lafal سَنَّ adalah memulai perbuatan lalu diikuti oleh orang lain, sebagaimana hal ini kita dapati di dalam kamus-kamus bahasa Arab

Al-Azhari rahimahullah (wafat tahun 370 H) dalam kitabnya Tadziib al-Lughoh berkata:

"Setiap orang yang memulai suatu perkara lalu dikerjakan setelahnya oleh orang-orang maka dikatakan dialah yang telah merintisnya" (Tahdziib al-Lughoh, karya al-Azhari, tahqiq Ahmad Abdul Halim, Ad-Daar Al-Mishriyah, 12/306)

Hal ini juga sebagaimana disampaikan oleh Az-Zabidi dalam kitabnya Taajul 'Aruus min Jawahir al-Qoomuus, 35/234, Ibnul Manzhuur dalam kitabnya  Lisaanul 'Arob 13/220)

Oleh karenanya lafal سَنَّ tidaklah berarti harus berkreasi amalan baru/berbuat bid'ah yang tidak ada contoh sebelumnya, akan tetapi lafal سَنَّ bersifat umum yaitu setiap yang memulai suatu perbuatan lalu diikuti, baik perbuatan tersebut telah ada sebelumnya atau merupakan kreasinya sendiri.

Contohnya sahabat yang membawa sedekah kepada Bani Mudhor tadi. Sedekah bukan kreasi baru ciptaannya melainkan sudah dicontohkan oleh nabi dan sahabat-sahabat yang lain. Dengan melihat sebab kronologi hadits tersebut maka dipahami bahwa yang dimaksud oleh Nabi dengan سَنَّ adalah yang mendahului melakukan sunnah yang telah diajarkan dan dimotivasi oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, yaitu bersedekah.

Karenanya al-Azhari berkata tentang hadits ini : "Dalam hadits "Barang siapa yang "sanna" sunnah yang baik baginya pahalanya dan pahala orang yang mengamalkannya, dan barang siapa yang "sanna" sunnah yang buruk …", maksud Nabi adalah barang siapa yang mengamalkannya untuk diikuti" (Tahdziib al-Lughoh 12/298). Jadi bukan maknanya menciptakan suatu amalan!!

Simpel-nya, maksud hadits di atas adalah, jika kita sahalat Dhuha disaat oranglain sudah meninggalnya dan lebih memilih dukun. Maka dia telah mempelopori suatu kebiasaan yang baik (sunnah hasanah). Jika nanti banyak orang yang ikutan shalat Duha setelah melihat ia shalat Dhuha, maka kita mendapat pahala yang sama dengan shalat Dhuha orang yang mengikuti tadi TANPA mengurangi pahala Dhuha kita sendiri maupun Dhuha orag tersebut.

Dengan kata lain, kita dihimbau oleh nabi untuk menghidupkan sunnah (kebiasaan beliau) sebab beliaulah teladan kita sebagai ummat Islam. 

Hadits diatas sangat mudah difahami, namun ada pengekor hawa nafsu memenggalnya sehingga hanya terkesan “membuat kebiasaan baik” yaitu membuat perkara baru bernilai baik. Sementara  asbab wurud (Sebab hadits tersebut diucapkan)-nya di hilangkan.

Masih banyak sunnah Rasul yang belum kita kerjakan dan belum kita ketahui, kenapa sibuk membuat-buat sendiri ritual keagamaan. Selain beresiko tidak mendapat pahala, juga bisa beresiko sebagai bentuk bid’ah yang di larang oleh Allah dan rasulnya. Langkah terbaik adalah mengikuti hal-hal yang sudah dicontohkan oleh Nabi. HIDUPKAN SUNNAH RASULILLAH.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
back to top