Diantara
dalil yang dipegang oleh pendukung bid'ah hasanah adalah sebuah hadits yang
diriwayatkan oleh sahabat Jarir bin Abdillah al-Bajali radhiallahu 'anhu, ia
berkata: Rasulullah bersabda:
“Barang siapa merintis (memulai) dalam
agama Islam sunnah (perbuatan) yang baik maka baginya pahala dari perbuatannya
tersebut, dan pahala dari orang yang melakukannya (mengikutinya) setelahnya,
tanpa berkurang sedikitpun dari pahala mereka. Dan barang siapa merintis dalam
Islam sunnah yang buruk maka baginya dosa dari perbuatannya tersebut, dan dosa
dari orang yang melakukannya (mengikutinya) setelahnya tanpa berkurang dari
dosa-dosa mereka sedikitpun”. (HR. Muslim no
1016)
Sisi pendalilan mereka :
Dalam
hadits ini dengan sangat jelas Rasulullah mengatakan: “Barangsiapa merintis
(memulai) sunnah hasanah…”. Pernyataan Rasulullah ini harus dibedakan dengan
pengertian anjuran beliau untuk berpegang teguh dengan sunnah (at-Tamassuk
Bis-Sunnah) atau pengertian menghidupkan sunnah yang ditinggalkan orang (Ihya’
as-Sunnah). Karena tentang perintah untuk berpegang teguh dengan sunnah atau menghidupkan
sunnah ada hadits-hadits tersendiri yang menjelaskan tentang itu. Sedangkan
hadits riwayat Imam Muslim ini berbicara tentang merintis sesuatu yang baru
yang baik yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Karena secara bahasa makna
“sanna” tidak lain adalah merintis perkara baru, bukan menghidupkan perkara
yang sudah ada atau berpegang teguh dengannya"
TANGGAPAN
Yang
dimaksud Nabi shallalahu 'alaihi wa sallam dengan sabdanya "Barang siapa
yang merintis sunnah hasanah/baik" adalah orang yang menjadi perintis atau
pelopor dalam hal mengamalkan sunnah yang tentu saja sudah dicontohkan oleh
Nabi.
Contohnya
: Jika disebuah kampung sudah tidak ada yang sedekah, maka kita jadi pelopornya
dengan cara bersedekah. Atau ketika sibuk oranglain perg ke dukun dan ke
kuburan untuk meminta rezeki, maka kita menjadi pelopor shalat Dhuha sebab itu
yang diajarkan oleh Nabi.
Jadi
sangat konyol sekali jika ada yang berpendapat bahwa yang dimaksud merintis
sebuah sunnah hasanah (perbuatan baik) adalah dengan menciptakan sebuah ibadah
baru, sebab hadits lain sudah melarangnya dengan tegas bahwa setiap yang di
ada-ada dalam urusan (agama) ku, maka adalah sesat.
PERTAMA : Simak kronologis (asbab wurud)-nya hadits tersebut.
Jarir
bin Abdillah radhiallahu 'anhu berkata, "Kami bersama Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam di awal siang, lalu datanglah sekelompok orang
yang setengah telanjang dalam kondisi pakaian dari bulu domba yang
bergaris-garis dan robek, sambil membawa pedang. Mayoritas mereka dari suku
Mudhor, bahkan seluruhnya dari Mudhor.
Maka
tatkala Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melihat kondisi mereka yang
miskin, berubahlah raut wajah Nabi. Nabipun masuk dan keluar, lalu
memerintahkan Bilal untuk adzan dan iqomat, lalu beliapun sholat, lalu berdiri
berkhutbah.
Beliau
berkata, "Wahai manusia, bertakwalah kepada Rob kalian yang telah
menciptakan kalian dari satu jiwa" hingga akhir ayat tersebut
"Sesungguhnya Allah Maha Mengawasi kalian". Lalu membaca ayat yang
lain di akhir surat al-Hasyr "Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah
kalian kepada Allah, dan hendaknya sebuah jiwa melihat apa yang telah ia
kerjakan untuk esok hari".
Hendaknya seseorang mensedekahkan dari dinarnya, atau dari dirhamnya, dari bajunya, dari gandumnya, dari kormanya…-hingga Nabi berkata- meskipun bersedekah dengan sepenggal butir korma"
Hendaknya seseorang mensedekahkan dari dinarnya, atau dari dirhamnya, dari bajunya, dari gandumnya, dari kormanya…-hingga Nabi berkata- meskipun bersedekah dengan sepenggal butir korma"
Lalu
datanglah seorang lelaki dari kaum anshor dengan membawa sebuah kantong yang
hampir-hampir tangannya tidak kuat untuk mengangkat kantong tersebut, bahkan
memang tidak kuat. Lalu setelah itu orang-orangpun ikut bersedekah, hingga aku
melihat dua kantong besar makanan dan pakaian, hingga aku melihat wajah Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam bersinar berseri-seri. Maka Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam berkata,
“Barang
siapa merintis (memulai) dalam agama Islam sunnah (perbuatan) yang baik maka
baginya pahala dari perbuatannya tersebut, dan pahala dari orang yang
melakukannya (mengikutinya) setelahnya, tanpa berkurang sedikitpun dari pahala
mereka. Dan barang siapa merintis dalam Islam sunnah yang buruk maka baginya
dosa dari perbuatannya tersebut, dan dosa dari orang yang melakukannya
(mengikutinya) setelahnya tanpa berkurang dari dosa-dosa mereka sedikitpun” (HR Muslim)
PENJELASAN
Perhatikan baik-baik huruf kuning? Apakah dia (sahabat) tidak mengerti ucapan Nabi sehingga tidak membuat ritual baru (bid’ah) untuk menggenapkan kalimat “sunnah hasanah”?
Perhatikan baik-baik huruf kuning? Apakah dia (sahabat) tidak mengerti ucapan Nabi sehingga tidak membuat ritual baru (bid’ah) untuk menggenapkan kalimat “sunnah hasanah”?
Dan
mari kita perhatikan, sesungguhnya dia telah menjadi pelopor (orang yang paling
duluan) berbuat kebaikan dengan cara membawa sedekahnya kepada Bani Mudhor
dibanding sahabat atau orang lain ketika itu.
Dari
kronologi hadits diatas sangat jelas, bahwa merintis “sunnah yang baik”
BUKANLAH dengan cara-cara membuat ritual baru dalam agama, tapi menjadi
orang-orang yang paling pertama dalam berbuat kebaikan.
Dalam
artikel “pengertian bid’ah” saya sudah menjelaskan sebuah kisah Abu
Bakar yang menolak usulan Umar untuk membukukan Alqur’an, hingga berkali-kali
di rayu barulah Abu Bakar mau. Ini setingkat sahabat saja sangat berhati-hati
dengan membuat hal baru. Lantas siapa kita hingga berani membuat ini itu dengan
alasan bagus, baik dan semacamnya?
KEDUA : Secara bahasa bahwa makna dari
lafal سَنَّ adalah memulai perbuatan lalu
diikuti oleh orang lain, sebagaimana hal ini kita dapati di dalam kamus-kamus
bahasa Arab
Al-Azhari rahimahullah (wafat tahun 370 H) dalam kitabnya Tadziib al-Lughoh berkata:
"Setiap orang yang memulai suatu perkara lalu dikerjakan setelahnya oleh orang-orang maka dikatakan dialah yang telah merintisnya" (Tahdziib al-Lughoh, karya al-Azhari, tahqiq Ahmad Abdul Halim, Ad-Daar Al-Mishriyah, 12/306)
Al-Azhari rahimahullah (wafat tahun 370 H) dalam kitabnya Tadziib al-Lughoh berkata:
"Setiap orang yang memulai suatu perkara lalu dikerjakan setelahnya oleh orang-orang maka dikatakan dialah yang telah merintisnya" (Tahdziib al-Lughoh, karya al-Azhari, tahqiq Ahmad Abdul Halim, Ad-Daar Al-Mishriyah, 12/306)
Hal
ini juga sebagaimana disampaikan oleh Az-Zabidi dalam kitabnya Taajul 'Aruus
min Jawahir al-Qoomuus, 35/234, Ibnul Manzhuur dalam kitabnya Lisaanul
'Arob 13/220)
Oleh
karenanya lafal سَنَّ tidaklah
berarti harus berkreasi amalan baru/berbuat bid'ah yang tidak ada contoh
sebelumnya, akan tetapi lafal سَنَّ bersifat umum
yaitu setiap yang memulai suatu perbuatan lalu diikuti, baik perbuatan tersebut
telah ada sebelumnya atau merupakan kreasinya sendiri.
Contohnya
sahabat yang membawa sedekah kepada Bani Mudhor tadi. Sedekah bukan kreasi baru
ciptaannya melainkan sudah dicontohkan oleh nabi dan sahabat-sahabat yang lain.
Dengan melihat sebab kronologi hadits tersebut maka dipahami bahwa yang
dimaksud oleh Nabi dengan سَنَّ adalah yang
mendahului melakukan sunnah yang telah diajarkan dan dimotivasi oleh Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam, yaitu bersedekah.
Karenanya al-Azhari berkata tentang hadits ini : "Dalam hadits "Barang siapa yang "sanna" sunnah yang baik baginya pahalanya dan pahala orang yang mengamalkannya, dan barang siapa yang "sanna" sunnah yang buruk …", maksud Nabi adalah barang siapa yang mengamalkannya untuk diikuti" (Tahdziib al-Lughoh 12/298). Jadi bukan maknanya menciptakan suatu amalan!!
Karenanya al-Azhari berkata tentang hadits ini : "Dalam hadits "Barang siapa yang "sanna" sunnah yang baik baginya pahalanya dan pahala orang yang mengamalkannya, dan barang siapa yang "sanna" sunnah yang buruk …", maksud Nabi adalah barang siapa yang mengamalkannya untuk diikuti" (Tahdziib al-Lughoh 12/298). Jadi bukan maknanya menciptakan suatu amalan!!
Simpel-nya,
maksud hadits di atas adalah, jika kita sahalat Dhuha disaat oranglain sudah
meninggalnya dan lebih memilih dukun. Maka dia telah mempelopori suatu
kebiasaan yang baik (sunnah hasanah). Jika nanti banyak orang yang ikutan
shalat Duha setelah melihat ia shalat Dhuha, maka kita mendapat pahala yang
sama dengan shalat Dhuha orang yang mengikuti tadi TANPA mengurangi pahala
Dhuha kita sendiri maupun Dhuha orag tersebut.
Dengan
kata lain, kita dihimbau oleh nabi untuk menghidupkan sunnah (kebiasaan beliau)
sebab beliaulah teladan kita sebagai ummat Islam.
Hadits
diatas sangat mudah difahami, namun ada pengekor hawa nafsu memenggalnya
sehingga hanya terkesan “membuat kebiasaan baik” yaitu membuat perkara baru
bernilai baik. Sementara asbab wurud (Sebab hadits tersebut
diucapkan)-nya di hilangkan.
Masih
banyak sunnah Rasul yang belum kita kerjakan dan belum kita ketahui, kenapa
sibuk membuat-buat sendiri ritual keagamaan. Selain beresiko tidak mendapat
pahala, juga bisa beresiko sebagai bentuk bid’ah yang di larang oleh Allah dan
rasulnya. Langkah terbaik adalah mengikuti hal-hal yang sudah dicontohkan oleh
Nabi. HIDUPKAN SUNNAH RASULILLAH.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar