Sekitar tahun
2010-an (tidak begitu ingat), MM mendapat sebuah surat kaleng dari penginjil
asal Banyumas yang berisi buku, artikel, dan sekeping DVD tentang segala kesalahan-kesalahan
dalam agama Islam. Dan salah satunya tentang kontradiski al-Qur'an dimana
menurutnya, isi al-Qur'an tidak konsisten antara ayat satu dengan ayat lainnya sehingga
kredibilitasnya sebagai wahyu Tuhan sangat dipertanyakan, bahkan menyalahi isi
al-Qur'an itu sendiri seperti yang tertulis dalam ayat berikut,
Maka
apakah mereka tidak memperhatikan al-Qur'an? Kalau kiranya al-Qur'an itu bukan
dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.
(Qs. an-Nisaa : 82)
Berikut daftar
kesalahan al-Qur’an menurut versi para Debater Kristen (DK) yang telah MM jawab
semampunya dengan mengandalkan keilmuan yang sangat
terbatas. Mudah-mudahan kelak ada banyak mu’alim (orang berilmu) yang
bersedia melengkapinya supaya lebih mengena lagi jawabannya.
1. Siapakah
yang pertama kali menjadi Muslim? Apakah Muhammad (Qs. 6:14,163).
Hal ini bertentangan dengan: Yang menjadi Muslim pertama kali adalah Musa (Qs. 7:143). Yang menjadi Muslim pertama kali adalah Beberapa orang Mesir (Qs. 26:51). Yang menjadi Muslim pertama kali adalah Ibrahim (Qs. 2:127-133, Qs. 3:67). Yang menjadi Muslim pertama kali adalah Adam, yaitu manusia ciptaan pertama, yang menerima wahyu dari Allah (Qs. 42:51). Bertentangankah ayat-ayat diatas?
JAWABAN MM : Berikut bunyi ayat-ayat yang dipertanyakan DK...
Katakanlah: "Sesungguhnya aku diperintah supaya menjadi orang yang pertama kali menyerah diri (kepada Allah)." (Qs. Al-An’am : 14) dan "Tiada sekutu bagiNya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)." (Qs. Al-An’am : 163)
Kalimat awalul muslimin bukanlah kalimat yang memiliki arti seperti "manusia pertama ke bulan" atau "manusia pertama yang mendaki puncak Himalaya" sehingga dimaknai sebagai orang yang masuk Islam pertama kali di dunia, BUKAN! Makna dari awalul muslimin adalah untuk menyebutkan orang-orang yang segera beriman setelah mereka mendengar tentang Islam. Kemudian kalimat "pertama islam" pun dikategorikan berdasar waktu dan konteks kejadian.
Misal : Ketika seseorang berdakwah di pedalaman Papua, maka siapapun yang segera menerima dakwah tersebut disebut sebagai awalul muslimin, baik berjumlah satu orang maupun satu keluarga atau bahkan satu desa. Atau misal ada sekelompok penjudi yang didatangi seorang da’i, lalu ada beberapa diantaranya menerima dakwah tersebut, maka ia pun disebut awalul muslimin berdasarkan kasus atau kategorinya. Singkatnya, ia yang duluan beriman diantara penjudi-penjudi tersebut.
Dalam ayat yang diajukan DK disebutkan bahwa Musa, Ibrahim, Muhammad, dan lainnya adalah orang-orang yang segera berserah diri (Islam) kepada Tuhan ketika mereka mendengar kebenaran tanpa membuang banyak waktu. Jadi, tidak ada kontradikis bagi ayat-ayat di atas. Yang ada adalah ketidak pahaman DK dalam memahami teks al-Qur’an.
2. Bisakah Allah dilihat oleh manusia dan apakah Muhammad melihat Allahnya?
Ya, Muhammad dapat melihat Allahnya (Qs.53:1-18, Qs.81:15-29). Hal ini bertentangan dengan: (Qs. 6:102-103 dan Qs. 42:51) yang mengatakan bahwa Muhammad tidak dapat melihat Allah.
JAWABAN MM : Pertanyaan ini terlalu mengada-ada sebab jika kita baca ayat-ayat yang disebutkan DK, maka kita tidak akan menemukan kalimat tegas bahwa Muhammad pernah melihat Allah. Hal ini memang bersesuaian dengan aqidah orang-orang Islam bahwa Allah tidak pernah bisa dilihat oleh makhluknya,
Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui. (Qs. al-An'aam : 103)
Berikut ayat-ayat yang dianggap kontradiski dengan Qs. al-An'aam : 103 oleh DK....
Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya), yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat. yang mempunyai akal yang cerdas; dan (Jibril itu) menampakkan diri dengan rupa yang asli. (Qs. 53:4-6)
Mayoritas DK biasanya sering menolak kata dalam kurung dengan alasan itu hanyalah akal-akalan si penafsir dan tidak terdapat dalam teks aslinya. Apa yang dikatakan DK memang benar, bahwa kata dalam kurung bukanlah teks asli al-Qur’an melainkan penjelasan yang dibubuhkan oleh para penafsir untuk menjelaskan sebuah kata atau kalimat yang kurang jelas. Hal ini biasa terjadi dalam praktek penerjemahan dari suatu bahasa ke bahasa lainnya, terkadang si penerjemah membubuhkannya tanpa tanda kurung lagi seperti yang biasa dilakukan oleh para penerjemah novel, artikel, buku dan lain sebagainya dengan alasan untuk memudahkan para pembaca. Adapun sebagian penafsir menggunakan tanda kurung, untuk memisahka antara teks al-Qur'an yang sebenarnya dengan teks hasil penafsirannya.
Adapun bukti bahwa Muhammad tidak melihat Allah, kita bisa melihat kronologinya dalam surah an-Najm : 4-15. Disana dijelaskan bahwa apa yang disampaikan oleh Muhammad kepada umat manusia bukanlah perkataan yang muncul dari dalam dirinya pribadi, melainkan wahyu yang disampaikan oleh yang memiliki kekuatan dan kecerdasan. Lalu perhatikan baik-baik ayat berikut untuk mengetahui identitas sosok yang memiliki kecerdasan tersebut,
فَأَوْحَى إِلَى عَبْدِهِ مَا أَوْحَى
Lalu dia menyampaikan kepada hambaNya (Muhammad) apa yang telah diwahyukan. (Qs. An-Najm : 10)
Ada dua kata " wahyu (أَوْحَى)" dalam ayat di atas, satu untuk Muhammad, satu lagi untuk si Cerdas. Singkatnya, sosok cerdas itu tidak sedang menyampaikan omongan hasil karya pribadinya kepada Muhammad, ia hanya menyampaikan pesan (wahyu) yang ia dapatkan juga dari sosok lain yang tidak disebutkan identitasnya dalam ayat ini, namun bisa kita maklumi bahwa sosok lain itu adalah Allah Tuhan semesta alam.
Ayat lain yang dianggap kontradiksi adalah Qs. Takwir : 15-29,
وَلَقَدْ رَآهُ بِالْأُفُقِ الْمُبِي
Dan sesungguhnya ia (Muhammad) melihat di ufuk yang terang. (Qs. Takwir : 23)
Para DK beranggapan bahwa yang ia lihat dalam ayat ini adalah Allah, padahal dari ayat 15 telah disebutkan bahwa yang menemui Muhammad adalah seorang utusan,
إِنَّهُ لَقَوْلُ رَسُولٍ كَرِيمٍ
Sesungguhnya al-Qur’an adalah firman yang dibawa oleh utusan mulia. (Qs. Takwir : 19)
ذِي قُوَّةٍ عِندَ ذِي الْعَرْشِ مَكِينٍ
yang mempunyai kekuatan, yang mempunyai kedudukan tinggi di sisi Allah yang mempunyai Arsy. (Qs. Takwir : 20)
Jika ayat 19 dan ayat 20 ini digabung, maka memiliki arti : al-Qur’an adalah firman yang dibawa oleh utusan yang memiliki kedudukan tinggi di sisi pemilik arsy. Siapakah yang memiliki arsy? Tentu saja Allah (Qs. Al-Baqarah : 255), lalu siapakah utusannya itu? Tentu saja para malaikat yang dalam hal ini adalah Jibril selaku sang pembawa wahyu.
Kesimpulannya, tidak ada kontradiksi mengenai hal ini. Yang ada adalah ketergesaan para kritikus al-Qur’an dalam mempelajarinya.
3. Apakah pemberi peringatan (Rasul) dikirim kepada semua manusia sebelum kedatangan Muhammad? Ya, (Qs.10:47, 16:35-36, 35:24).
Hal ini bertentangan dengan: Ibrahim dan Ismael secara spesial telah dikirim oleh Allah Muslim untuk mengunjungi Mekah dan membangun Ka'bah serta memberi peringatan kepada orang-orang disana (Qs.2:125-129). Anehnya, Muhammad ternyata dikirim sebagai pemberi peringatan kepada orang-orang yang belum memiliki rasul tersebut sebelumnya (Qs.28:46, 32:44, 36:2-6).
Hal ini menimbulkan pertanyaan: "Bagaimana dengan Hud dan Shaleh yang nyata-nyata juga telah dikirim sebagai pemberi peringatan ke Arab? Bagaimana juga dengan Kitab yang telah diberikan kepada Ismael? Dll (Qs.11:50, 11:61). Bertentangankah ayat-ayat di atas?
JAWABAN MM : Benarkah ada rasul yang diutus kepada semua manusia sebelum diutusnya Muhammad menurut DK berdasarkan surah Yunus ayat 47? Mari kita cek ayatnya,
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولٌ فَإِذَا جَاء رَسُولُهُمْ قُضِيَ بَيْنَهُم بِالْقِسْطِ وَهُمْ لاَ يُظْلَمُونَ
Tiap-tiap umat mempunyai rasul; maka apabila telah datang rasul mereka, diberikanlah keputusan antara mereka dengan adil dan mereka (sedikitpun) tidak dianiaya. (Qs. Yunus : 47)
Dari sini pun kita bisa melihat bahwa DK telah salah memahami ayat al-Qur’an. Ayat di atas memiliki makna bahwa setiap umat memiliki rasulnya sendiri-sendiri. Misalnya, bangsa China kuno memiliki rasul sendiri bernama Nuh (untuk penjalan ini silakan merujuk buku "Nuh Utusan bagi Bangsa China kuno"), bangsa Israel memiliki Musa, bangsa Persia memiliki Zarathusra, bangsa Babilonia memiliki Marduk, dan seterusnya. Dan nama-nama itu hanya diutus kepada kaumnya saja, jadi tidak ada seorang rasul pun sebelum Muhammad yang diutus kepada semua bangsa.
Lalu DK mengutip surah al-Baqarah ayat 125-129 yang mengatakan bahwa Ibrahim dan Ismail telah melakukan dakwah di Mekah. Berikut ayat yang dimaksud...
Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat shalat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: "Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang i'tikaf, yang ruku' dan yang sujud". [Qs Al-Baqarah : 125]
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: "Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari kemudian. Allah berfirman: "Dan kepada orang yang kafirpun Aku beri kesenangan sementara, kemudian Aku paksa ia menjalani siksa neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali". [Qs Al-Baqarah : 126]
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): "Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui". [Qs Al-Baqarah : 127]
Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) diantara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadat haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. [Qs Al-Baqarah : 128]
Mana pernyataan bahwa Ibrahim dan Ismail melakukan dakwah terhadap kaum yang berada di Mekah? Dan kita semua tahu bahwa ketika Ibrahim dan Ismail tiba di Mekah pertama kali, tempat itu kosong tidak berpenghuni.
Lebih lanjut, DK mempertanyakan ayat yang menyebutkan bahwa Muhammad di utus kepada orang-orang yang sebelumnya belum didatangi oleh para utusan berdasarkan ayat berikut,
Dan tiadalah kamu berada di dekat gunung Thur ketika Kami menyeru (Musa), tetapi (Kami beritahukan itu kepadamu) sebagai rahmat dari Tuhanmu, supaya kamu memberi peringatan kepada kaum yang sekali-kali belum datang kepada mereka pemberi peringatan sebelum kamu agar mereka ingat. (Qs. Al-Qashash : 46)
Kedua, kalimat supaya kamu memberi peringatan kepada kaum yang sekali-kali belum datang kepada mereka pemberi peringatan sebelum kamu kalimat ini menegaskan bahwa Muhamamd diutus untuk seluruh umat manusia, dimana sebagian mereka ada yang belum di datangi seorang utusanpun. Kata kaum yang sekali-kali belum datang kepada mereka dalam ayat ini tidak melulu diartikan sebagai bangsa Arab saja, tetapi lebih luas dari itu karena status Muhammad tidak diutus untuk satu bangsa saja!
Begitupun yang tertulis dalam ayat berikut....
لِتُنذِرَ قَوْماً مَّا أُنذِرَ آبَاؤُهُمْ فَهُمْ غَافِلُونَ
Agar kamu memberi peringatan kepada kaum yang bapak-bapak mereka belum pernah diberi peringatan, karena itu mereka lalai. (Qs. Yaasiin : 6)
Kata Abaauhum (bapak-bapak atau nenek moyang
mereka ) disini tidak dimaksudkan kepada bangsa Arab (dan tidak ada teks
seperti itu), tetapi kepada bangsa yang jauh lebih luas, yaitu bangsa-bangsa
yang belum di datangi oleh utusan, mungkin saja termasuk Nusantara, Australia,
Papua Nugini, dan lain sebagainya yang hingga saat ini kita belum pernah
mendengar ada Nabi atau Rasul sebelumnya. Kata tersebut diikuti dengan kata ghafiluun
yang artinya mereka lalai atau tidak peduli dengan Tuhan, dengan tujuan mereka
diciptakan di atas dunia ini.
Selanjutnya, DK mempertanyakan status Hud dan Shaleh yang diutus untuk bangsa Arab kuno. Maka MM menjawab, dalam kasus ini para ulama belum memiliki cukup bukti bahwa keduanya di utus kepada bangsa Arab kuno. Beberapa ulama memang ada yang berpendapat demikian, tapi itu belumlah final. Bahkan MM sendiri berpendapat bahwa Hud diutus kepada bangsa Az (Aad) atau Aztec berdasarkan kemiripan lafal dan lokasi yang berda di atas ketinggian. Lagi-lagi inipun sebuah pendapat yang belum final. Selebihnya, sejalan dengan keterangan di atas bahwa ayat-ayat yang disebutkan tadi tidak berbicara bahwa Muhammad di utus kepada bangsa Arab, melainkan lebih luas yaitu seluruh umat manusia.
4. Apakah yang menjadi makanan orang-orang di Neraka? Makanan orang2 yg ada di Neraka adalah Dhari atau pohon berduri (Qs. 88 :6).
Hal ini bertentangan dengan: Makanan orang-orang di Neraka adalah darah dan nanah (Qs. 69:36). Makanan orang-orang di Neraka adalah buah dari pohon Zaqqum (Qs. 37:66) dan Qs. 88:6
JAWABAN MM : DK beranggapan bahwa makanan penduduk neraka adalah adh-Dhari atau buah dari pohon berduri seperti yang termaktub dalam surah al-Ghasiyah ayat 6 berikut,
لَّيْسَ لَهُمْ طَعَامٌ إِلَّا مِن ضَرِيعٍ
Mereka tiada memperoleh makanan selain dari pohon yang berduri
Ayat ini dianggap bertentangan dengan ayat yang menyebutkan bahwa makanan penduduk neraka adalah darah dan nanah seperti yang tertulis dalam ayat berikut,
وَلَا طَعَامٌ إِلَّا مِنْ غِسْلِينٍ
Dan tiada makanan kecuali dari darah dan nanah. (Qs. al-Haqah : 36)
Berikut yang MM pahami mengenai kasus ini...
Dalam kamus bahasa Arab, kata dhari’ (ضرع) memiliki beberapa arti, yaitu; pohon kering, arak, kelenjar yang berasal dari payudara, dan pohon berduri.
Para mufasir dan penerjemah al-Qur’an lebih memilih diksi pohon berduri sehingga ayat ini seolah-olah memiliki pengertian bahwa penduduk neraka kelak tidak akan diberi makanan kecuali dari pohon berduri.
Adapun kata "ghisliin (غسلين)" memiliki beberapa arti diantaranya; panas sekali, makanan tawar (tidak ada rasanya), air yang keluar dari daging.
Para mufasir dan penafsir al-Qur’an lebih memilih diksi "darah dan nanah" sebagai kesimpulan dari diksi "cairan yang keluar dari daging", sehingga ayat ini memiliki pengertian bahwa kelak penduduk neraka hanya akan diberi makan dari bahan baku darah dan nanah. Padahal jika kita mengambil diksi "yang sangat panas", maka ayat ini memiliki pengertian lain bahwa penduduk neraka kelak hanya akan diberi makanan yang sangat panas terlepas makanan tersebut berbentuk ini dan itu. Begitu juga jika kita mengambil diksi tawar (tidak ada rasanya), maka akan menciptakan penafsiran yang berbeda.
Jika kita gabungkan keterangan dari dua ayat di atas, maka kita akan mendapatkan keterangan bahwa penduduk neraka kelak tidak akan diberi makanan kecuali buah dari pohon kering berduri (dhari) yang panas menyala. Dan kesimpulan ini sesuai dengan ayat selanjutnya yang ditanyakan oleh DK tentang buah Zaqqum, yaitu Qs. 37:66, 88:6, 37:66, dan 69:36
Sesungguhnya Kami menjadikan pohon zaqqum itu sebagai siksaan bagi orang-orang yang zalim. Sesungguhnya dia adalah sebatang pohon yang ke luar dan dasar neraka yang menyala. (Qs. Ash-Shafaat : 63-64)
Jadi apa makanan penduduk neraka sebenarnya?
Maka jawabannya adalah buah zaqum, yaitu sebuah pohon kering berduri yang sangat panas, yang tumbuh dari dasar neraka. Dengan informasi ini, maka tidak ada kontradiksi dengan ayat-ayat yang telah disebutkan DK, yang ada adalah ketidak pahaman DK dalam memahami al-Qur’an. Ia mencoba memahami al-Qur'an hanya berdasarkan terjemahan, padahal bahasa aslinya mudah ditemukan.
5. Bisakah malaikat-malaikat menyebabkan kematian/penderitaan terhadap manusia? Al-Qur’an menyerang mereka yang menyembah selain Allah, seperti malaikat, nabi. Mengapa? Karena malaikat dan dan nabi tidak bisa menciptakan, memberi kehidupan atau bahkan menyebabkan kematian atau penderitaan.
Hal ini bertentangan dengan: "Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri (Qs. 4:97). "(Yaitu) orang-orang yg dimatikan oleh para malaikat dalam keadaan berbuat zalim kepada diri mereka sendiri" (Qs. 16:28). "(Yaitu) orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para malaikat." (Qs. 16:32). "Katakanlah, "malaikat maut yg diserahi untuk (mencabut nyawa)mu akan mematikan kamu.." (Qs. 32:11). Bertentangankah ayat-ayat di atas?
JAWABAN MM : Pertanyaannya kurang jelas, tapi MM memahami sedikit maksudnya. Disini DK memberi sebuah argumen bahwa al-Qur’an menyebutkan bahwa Malaikat atau Nabi tidak bisa menyebabkan kematian atau penderitaan kepada makhluk.
MM katakan, ini hanyalah masalah penguasaan bahasa sebab siapapun tahu bahwa si A mati dibunuh si B adalah frasa umum karena pada dasarnya Tuhanlah yang mencabut nyawa si A, dan si B sama sekali tidak memiliki kekuasaan atas nyawa siapapun.
Dalam ayat yang disebutkan DK pun sudah jelas bahwa malaikat hanya menerima perintah Allah untuk mencabut nyawa seseorang karena itu ia diserahi tugas tersebut. Dan pada hakikatnya, Tuhan pula yang menjadikannya mati. Kita pun bisa menemukan narasi-narasi serupa dalam kitab-kitab Kristen soal ini.
Allahu alam...
Bersambung ke artikel selanjutnya (Kontradiksi al-Qur'an 2)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar