Gambar hanya Ilustrasi |
Terus terang, saya orangnya rasionalis, tidak suka
mengekor seseorang juga tidak pernah memuja sebuah golongan. Golongan manapun
yang menurut saya pendapatnya rasional, maka pendapat itu benar. Tapi kalau
pendapatnya salah, ya salah.
Banyak yang bilang bahwa saya terindikasi Wahabi, itu
terserah saja sebab masing-masing orang punya hak berbicara. Toh saya pribadi
tidak merasa berada di golongan manapun, asal dia benar dengan hujjahnya benar
maka saya benarkan (pendapatnya bukan golongannya).Kalau salah, ya saya salahkan.
Kali ini saya akan membahas “ketidak jujuran” atau bisa
jadi “ketidak cermatan” analisis seorang “Syaikh” yang konon menulis buku
sangat ilmiah (menurut pemujanya), cuma disayangkan keilmiahan itu harus di
lemparkan kebelakang ketika testimoninya mencatut 2 tokoh besar (KH. Dan Muhammad
Arifin Ilham) yang ketika di konfirmasi kedua tokoh tersebut tidak tahu menahu
tentang buku tersebut.
Rasional-nya, jika jilidnya aja bohong, apa isinya
masih bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya. Buat yang memang memuja beliau
(Idahram) silakan saja, membuat 1001 alasan. Namun buat saya, kebohongan tetap
kebohongan sekecil apapun itu. Dan motorik analis jiwa saya berkata, pencatutan
itu untuk mendongkrak penjualan buku, kentungannya bisa buat makan anak istri. Isi
perut pada akhirnya....
Biar tidak terlalu panjang, silakan pembaca mampir
kesini : http://syaikh-idahram.blogspot.sg/2014/02/membongkar-tradisi-dusta-ustad-wahabi.html?showComment=1438350844037#c5628819157650748939
Dalam web berjudul : TRADISI DUSTA FIRANDA ANDIRJA
menuliskan bahwa tuduhan Firanda terhadap Idahram sebagai manusia busuk tidaklah
beralasan, justru Firanda sendirilah yang menampar muka dirinya, ulamanya dan
universitas tempat dia menuntut ilmu.
Hal tersebut berkenaan dengan fatwa “bercukur gundul”
syaikh Ibn Wahb berikut :
“…Karena menggundul kepala adalah kebiasaan
kami, dan tidak pernah
ditinggalkan kecuali oleh orang-orang bodoh di antara kami. Maka larangan tidak menggundul ini adalah
larangan anjuran, bukan larangan haram, sebagai langkah preventif. Juga karena
orang-orang kafir di zaman kami –baca: orang-orang Islam selain Wahabi– tidak
menggundul kepalanya, sehingga tidak gundul itu adalah menyerupai orang-orang
kafir (yang itu diharamkan).”
http://iucontent.iu.edu.sa/Shamela/Categoris/الفتاوى/مجموعة الرسائل والمسائل النجدية(الجزء الرابع، القسم الثاني)/380.html” |
Tentu kalau cuma fatwa begini tidak perlu ada pertentangan, tapi menjadi lain ketika dihubungkan dengan hadits “Akan ada suatu kaum yang membaca Qur’an tidak sampai ketenggorokan, mereka keluar dari Islam, ciri mereka adalah GUNDUL”.
Idahram menukil fatwa syaikh Ibn Wahb tersebut lantas
membuat kesimpulan, bahwa pendiri Wahabi mengatakan bahwa “gundul adalah
tradisi kami, dan yang tidak gundul adalah orang-orang bodoh”.. berarti
Wahabi-lah yang dimaksud oleh hadits tersebut. (Dan sudah saya buktikan, bahwagundul bukan satu-satu ciri untuk menilai siapa kaum yang dimaksud hadits itu.Klik saja)
Fatwa itu dipotong seolah-olah Ibn Wahb mengatakan
seperti itu, namun untunglah Allah memberi bukti lebih lanjut sehingga
menggerakan tangan Pecinta Idahram (Idrahamisme) untuk menulis utuh isi kitab
itu sehingga bisa saya analisa kalimatnya.
KALIMAT UTUH
Berikut kalimat utuh dari kitab Da’awa al-Munawi`in li Da’wah asy-Syaikh
Muhammad ibni Abdil Wahhab
“Dan Syaikh Abdul Aziz ibnu Hamad –cucu Ibnu Abdul Wahab
(pendiri Wahabi)– menjelaskan dalam jawabannya tentang sebagian dari
hukum-hukum mencukur rambut kepala. Dia menyebutkan sebab mencukur rambut bagi
mereka di negeri Najd, maka Syaikh Abdul Aziz rahimahullah mengatakan:
‘Maka yang ditunjukan oleh pembicaraan-pembicaraan itu –yakni
pembicaraan tentang cukur botak– adalah larangan mencukur sebagian (rambut) dan
meninggalkan sebagiannya. Adapun meninggalkan mencukur seluruhnya maka tidak
mengapa jika manusia memandang itu baik, sebagaimana ditunjukkan oleh sunnah
Nabi. Adapun hadis Kulaib (tentang mencukur seluruh rambut kekufuran) maka hal
itu menunjukan kepada perintah mencukur (botak) ketika dia masuk Islam, jika
hadis itu shahih. Dan tidak menunjukan kepada terus menerus mencukur (botak)
adalah sunnah. Adapun memberikan ta’zir (celaan dan hukuman) kepada
orang yang tidak mencukur botak dan mengambil hartanya maka tidak boleh dan
dilarang pelakunya dari hal itu, karena meninggalkan cukur botak tidak dilarang
(oleh agama). Adapun yang melarangnya (dari
meninggalkan botak) adalah penguasa (kami), karena cukur botak adalah kebiasaan
kami, dan tidak pernah ditinggalkan kecuali oleh orang-orang bodoh di antara
kami. Maka larangan tidak menggundul ini adalah larangan anjuran, bukan
larangan haram, sebagai langkah preventif. Juga karena orang-orang kafir di
zaman kami –baca: orang-orang Islam selain Wahabi– tidak menggundul kepalanya,
sehingga tidak gundul itu adalah menyerupai orang-orang kafir (yang itu
diharamkan).”
Dan berikut dari kitab al-Jawahir al-Mudhi`ah
“Pembahasan:
Adapun pertanyaan ke-5 tentang mencukur (gundul) rambut
kepala?
Maka yang ditunjukan oleh pembicaraan-pembicaraan itu
–yakni pembicaraan tentang cukur gundul– adalah larangan mencukur sebagian
(rambut) dan meninggalkan sebagiannya. Adapun meninggalkan mencukur seluruhnya
maka tidak mengapa jika manusia memandang itu baik, sebagaimana ditunjukkan
oleh hadis Nabi yang shahih.
Adapun hadis Kulaib (tentang mencukur seluruh rambut
kekufuran) maka hal itu menunjukan kepada perintah mencukur (gundul) ketika dia
masuk Islam, jika hadis itu shahih. Dan tidak menunjukan kepada terus menerus
mencukur (gundul) adalah sunnah.
Adapun memberikan ta’zir (celaan dan hukuman)
kepada orang yang tidak mencukur gundul dan mengambil hartanya maka tidak boleh
dan dilarang pelakunya dari hal itu, karena meninggalkan cukur botak tidak
dilarang (oleh agama). Adapun yang melarangnya
(dari meninggalkan botak) adalah penguasa (kami), karena cukur botak adalah
kebiasaan kami, dan tidak pernah ditinggalkan kecuali oleh orang-orang bodoh di
antara kami. Maka larangan tidak menggundul ini adalah larangan anjuran,
bukan larangan haram, sebagai langkah preventif. Juga karena orang-orang kafir
di zaman kami (baca: orang-orang Islam selain Wahabi) tidak menggundul
kepalanya, sehingga tidak gundul itu adalah menyerupai orang-orang kafir (yang
itu diharamkan).”
ANALISA SAYA
Berikut hasil analisa saya terhadap ucapan Syaikh Ibn
Wahb dalam kitab tersebut. Saya buat pernomor biar mudah difahami. Dan saya tulis
kata “Tidak menggundul” dengan kata “Memendekan rambut”, biar simpel dan nggak
njlimet bahasanya.
Biru = Kalimat asli
Hijau = Bahasa sederhana-nya
Hijau muda = penjelasan saya
1. Maka yang ditunjukan oleh
pembicaraan-pembicaraan itu –yakni pembicaraan tentang cukur botak– adalah
larangan mencukur sebagian (rambut) dan meninggalkan sebagiannya.
1.Mencukur rambut kepala sebagian dan
membiarkan sebagian, hukumnya dilarang (haram).
2. Adapun meninggalkan mencukur
seluruhnya maka tidak mengapa jika manusia memandang itu baik, sebagaimana
ditunjukkan oleh sunnah Nabi.
2. Tidak digundul (cuma memendekkan
rambut) hukumnya boleh seperti ada dalam hadits.
3. Adapun hadis Kulaib (tentang mencukur
seluruh rambut kekufuran) maka hal itu menunjukan kepada perintah mencukur
(botak) ketika dia masuk Islam, jika hadis itu shahih. Dan tidak menunjukan
kepada terus menerus mencukur (botak) adalah sunnah.
3. Adapun hadits menggundul kepala ketika
masuk islam, merupakan perintah (yang wajib dilakukan) jika hadits itu shahih. Bukan
berarti harus terus-terusan menggundul kepala gundul, hukumnya adalah sunnah.
4. Adapun memberikan ta’zir
(celaan dan hukuman) kepada orang yang tidak mencukur botak dan mengambil
hartanya maka tidak boleh dan dilarang pelakunya dari hal itu, karena
meninggalkan cukur botak tidak dilarang (oleh agama).
4. Dilarang men-ta’zir (menghukum atau
mencela) orang yang tidak mau di cukur gundul, karena memendekan rambut
tidaklah dilarang (tidak haram)
5. Adapun yang melarangnya (dari
meninggalkan botak) adalah penguasa (kami), karena cukur botak adalah kebiasaan
kami, dan tidak pernah ditinggalkan kecuali oleh orang-orang bodoh di antara
kami. Maka larangan tidak menggundul ini adalah larangan anjuran, bukan
larangan haram, sebagai langkah preventif.
5. untuk memahami point ini, silakan
hilangkan kata-kata dalam kurung diatas.
Jika penguasa (pemerintah) melarang rakyatnya
memendekan rambut (jadi pemerintah mewajibkan rakyatnya untuk gundul :
ceritanya) dengan alasan bahwa gundul adalah tradisi negara kami dan tidak
pernah ditinggalkan kecuali oleh orang bodoh (pemberontak). Maka ini hukumnya adalah
larangan anjuran (dari pemerintah) bukan larangan haram menurut agama.
Dengan kata lain, menuruti aturan
pemerintah lebih utama untuk langkah preventif (jaga-jaga) dari kezaliman
penguasa. Kasarnya, lebih baik digundul daripada di jeblosin ke penjara.
6. Juga karena orang-orang kafir di zaman
kami tidak menggundul kepalanya, sehingga tidak gundul itu adalah menyerupai
orang-orang kafir (yang itu diharamkan).”
6. Ini kata-kata kelanjutan dari point 5,
sehingga tidak bisa dipisah. Sebab tidak diakhiri penentuan hukum disini. Kalimat
(yang ini hukumnya haram) adalah
tambahan si penerjemah. Dan ada kata sambung “JUGA”
....Atau pemerintah ber-alasan, bahwa memendekan
rambut adalah menyerupai orang-orang kafir di negara ini, sehingga barangsiapa
yang tidak menggundul kepalanya berarti dia telah menyerupai orang-orang kafir
tersebut.
Sebab ini point sambungan, maka hukumnya
sama dengan No.5 bahwa lebih utama di gundul saja (ikut anjuran pemerintah)
untuk jaga-jaga (langkah preventif) dari kedzaliman pnguasa.
Bagaimana, mudah difahami kan?
Membaca dengan penuh kedengkian, tentu akan
menghilangkan keinginan untuk menganalisa sehingga memutuskan pun cenderung
terburu-buru.
Pembebek Idahram sering membangga-banggakan bahwa
bukunya Ilmiah (ilmiah dusta-nya), harusnya melakukan kunjungan dulu ke
Universitas Madinah. Ngobrol-ngobrol dulu dengan syaikh disana tentang fatwa
tersebut, maksud, makna dan tujuannya. barulah bisa di katakan ilmiah.
Selain ngaku-ngaku imiah, Idahram juga ngaku-ngaku
SYAIKH.... orang Betawi bilang, “bujug buneg... busyet dah, umat sebelumnye aje
kagak kenal. Ujug-ujug nongol bergelar Syaikh....”
Maaf bukan mau menghina, tapi ketidak jujurannya memuat
saya ilang feeling, dan tidak sepatutnya seorang pendakwah melakukan itu. Mau apapun
aliran dia, berbohong bukanlah cara yang terpuji.
Allahu ‘alam.. semoga bermanfaat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar